Translate

Kamis, 13 Februari 2014

Tiwu Sora, danau tempat tinggal belut raksasa





Hutan hujan tropis di sekitar danau
Tiwu Sora terletak di Kabupaten Ende. Dalam bahasa Lio, tiwu berarti danau. Tiwu Sora dapat dijangkau dari Deturia dengan trekking selama 1,5 jam melalui padang rumput, hutan dan perkebunan.  Nyasar ke danau ini tidak mungkin sendirian tanpa didampingi oleh guide lokal karena akan berakibat nyasar dalam arti sebenarnya. Selain menjadi penunjuk jalan dan membantu mengidentifikasi flora dan fauna di sepanjang jalur trekking, guide lokal akan menolong tamu memahami adat dan kebiasaan penduduk Deturia dan sekitarnya yang masih menjunjung tinggi adat warisan leluhurnya.



Menembus perkebunan rakyat menuju Tiwu Sora
Seperti di desa-desa adat lainnya di Flores, masyarakat menganggap arwah orang mati merupakan bagian dari kehidupan. Di dalam perkampungan selalu ada tempat khusus bagi arwah orang mati. Bila ada orang luar yang akan masuk ke dalam desa adat, sebelumnya harus dilakukan ritual  untuk mendapat restu dari arwah orang mati. Jadi kunjungan ke desa adat tidak bisa dilakukan dengan tiba-tiba. Di sinilah sekali lagi guide lokal berperan sebagai penyiap kedatangan tamu.

Masyarakat di sekitar Tiwu Sora memercayai bahwa arwah orang mati akan masuk ke dalam danau ini dan menjelma sebagai belut raksasa. Karena itu Tiwu Sora  merupakan danau yang disucikan oleh masyarakat Lio. Setiap orang yang akan memasuki wilayah ini untuk pertama kalinya akan mendapat pengalungan untaian rumput yang telah disiapkan sebelumnya melalui ritual adat oleh mosalaki (tetua adat) setempat.  Pengalungan untaian rumput merupakan tanda bahwa leluhur telah mengenal tamu yang baru datang. Kalung ini bukan souvenir tetapi milik alam yang harus dikembalikan lagi ke alam. Begitu tiba di danau, kalung rumput ini harus dilemparkan ke dalam air.


Keheningan Tiwu Sora
Nyasar di tempat ini memang bukan nyasar biasa untuk bersenang-senang atau berhura-hura, karena hanya ada keheningan disini. Nyasar di Tiwu Sora akan memulihkan hubungan dengan sesama, alam, dan Sang Pencipta serta menemukan kembali nilai-nilai luhur yang banyak terkikis di kota-kota besar. Tinggal bersama penduduk selama 1 atau 2 malam memberi kesempatan tamu mengenal kearifan lokal dalam menjaga lingkungannya dan tentang keramahtamahan yang bukan basa-basi.

Kunjungan ke Tiwu Sora bisa dirangkai dengan trekking ke air terjun kembar Murusobe dan berakhir di Lekebai yang berada di Kabupaten Sikka.



Tertarik nyasar di Tiwu Sora, melihat belut raksasa yang menghuninya atau ingin mengenal kearifan lokal masyarakat sekitarnya dalam menjaga lingkungan ? Yuk...nyasar di Flores bersama kami. 


11 komentar:

  1. saya juga pernah kke Tiwu Sora.. heheheh..
    http://alamliarflores.blogspot.com/2014/02/tiwu-sora-pesona-ende-selain-kelimutu.html?m=1

    BalasHapus
  2. Haihai Mba Melinda, salam kenal, Saya maria Pankratia dari Flores. Apakah saya boleh meminta salah satu gambar di atas (yang pengalungan bunga rumput itu) untuk dipakai ilustrasi pada tulisan saya? Terima Kasih sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silakan. Mohon mencantumkan link tulisan saya ini dalam tulisan Anda. Dan berikan saya link tulisan anda (kalau daring) atau copy terbitan (kalau dalam bentuk cetak). Terimakasih

      Hapus
    2. Mba Melinda, apakah saya boleh minta kontaknya? Saya mau sedikit wawancara tentang perjalanan ini. Kalau berkenan yah...

      Hapus
  3. keren dok, dekat sama tempatku sekarang. Dulu ke Tiwusora via mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal. Bapak tinggal di mana? Saya ke Tiwusora lewat Kotabaru.

      Hapus